Sunday, August 28, 2016

GURU DILARANG MEROKOK


Oleh Anggita Damayanti, S. Pd. 
(Guru Kelas IV A SDN. Perumnas Cisalak)

Berita kenaikan harga rokok yang ramai ditayangkan di berbagai media elektronik, banyak menimbulkan pro dan kontra di lingkungan masyarakat. Perokok aktif maupun  pasif saling beradu pendapat di media sosial.
Sebagai perokok pasif, penulis sangat antusias menyambut wacana pemerintah untuk menaikkan harga rokok dengan harga yang cukup mahal. Diharapkan para perokok berat dapat berpikir dua kali membakar uangnya dengan merokok.
Setiap keputusan pasti akan disambut beragam pendapat. Tidak sedikit yang mengomentari kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga rokok. Salah satu komentar di media sosial mengatakan, “Meskipun harga rokok naik, tidak akan memberikan efek jera untuk para perokok”.
Seorang ibu rumah tangga malah sangat ketakutan, dari sisa uang membeli rokok suaminya berarti jatah dapur semakin sedikit. Dampak nikotin dalam sebatang rokok, menjadikan seorang perokok tetap tidak akan bergeming. Mungkin bagi perokok berduit tidak masalah, tapi bagi perokok yang penghasilan nya kurang dapat melecut tindakan kriminal demi sebatang rokok. Narkotika saja yang harganya ratusan ribu bahkan jutaan, bagi orang yang sudah kecanduan bisa menghalalkan segala cara untuk membelinya.
Apalagi seorang guru yang bebas merokok di lingkungan sekolah sangat kurang pantas jika dihisap dan dilihat peserta didik. Seorang guru ialah suri tauladan peserta didik, seperti yang dikatakan Ki Hajar Dewantara, “Ing Ngarso Sung Tulodo”. Atau pepatah lain mengatakan, “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Oleh sebab itu, bagi para guru yang sering merokok di sekolah selaiknya merenungkan Permendikbud Nomor 64 Tahun 2015 tentang kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah. Pada pasal 5 dijelaskan bahwa kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, peserta didik, dan pihak lain dilarang merokok, memproduksi, menjual, mengiklankan, dan/atau mempromosikan rokok di lingkungan Sekolah.
Kepala sekolah wajib menegur dan/atau memperingatkan dan/atau mengambil tindakan terhadap guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik apabila melakukan larangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). Kepala sekolah dapat memberikan sanksi kepada guru, tenaga kependidikan, dan Pihak lain yang terbukti melanggar ketentuan Kawasan tanpa rokok di lingkungan sekolah. Guru, tenaga kependidikan, dan/atau peserta didik dapat memberikan teguran atau melaporkan kepada kepala sekolah apabila terbukti ada yang merokok di Lingkungan Sekolah. Dinas pendidikan setempat sesuai dengan kewenangannya memberikan teguran atau sanksi kepada kepala sekolah apabila terbukti melanggar ketentuan Kawasan tanpa rokok di Lingkungan Sekolah berdasarkan laporan atau informasi dari guru, tenaga kependidikan, peserta didik, dan/atau Pihak lain.

Jika pemerintah daerah dan dinas pendidikan berkomitmen dengan Permendikbud Nomor 64 Tahun 2015 dilaksanakan dapat menjadi efek jera bagi para guru yang sembarangan merokok di lingkungan sekolah. Barangkali yang harus dilakukan mereka adalah menghentikan sejenak aktivitas merokok di lingkungan sekolah. Jika memang belum ada niat untuk berhenti, maka mereka dapat menghisap rokok setelah pulang sekolah di tempat udara bebas yang jauh dari jangkauan peserta didik atau anak-anak.
Penulis berharap wacana pemerintah menaikkan harga rokok dapat membuat para perokok aktif berhenti sedikit demi sedikit agar menggunakan uangnya untuk hal-hal yang lebih bermanfaat. Jika para perokok menghentikan aktivitas merokoknya, mungkin lingkungan peseta didik dan anak-anak dapat menghirup udara segar setiap hari.

Selain itu, jika harga rokok memang benar-benar naik, pemerintah harus mengontrol harga bahan pokok agar tidak terkena dampaknya. Jika harga rokok per bungkus mahal diikuti bahan-bahan pokok rumah tangga, maka hal tersebut percuma saja. Rakyat kecil akan semakin tercekik dengan keadaan yang tidak terkendali tersebut dari segala arah.


No comments:

Post a Comment